Kamis, 02 Maret 2017

100- DUA PONDASI TA’SHIIL TERBESAR



DUA PONDASI TA’SHIIL TERBESAR

RINGKASAN MUQADDIMAH SYAIKH IBRAHIM AR-RUHAILI -hafizhahullaah-:

Sungguh penuntut ilmu dalam perjalanannya untuk menuntut ilmu: Tidaklah berhenti pada suatu batas.

Penuntut ilmu hendaknya dimulai dengan TA'SHIIL -di atas Ushuul (prinsip-prinsip)nya- yang Syar'i.

Dan TA'SHIIL adalah: suatu kata yang menunjukkan atas pencarian "Ushuul" yaitu: "Ushuul" (prinsip-prinsip) ilmu, kaidah-kaidah yang umum dan agung.

Dan inilah cara untuk bisa kokoh dalam menuntut ilmu dan memahami agama Allah. Dan sungguh, ilmu itu dimulai dengan mengenal "Ushuul"-nya baru kemudian cabang-cabangnya.

Dan TA'SHIIL ini terbangun di atas 2 (dua) pondasi yang besar:

Yang Pertama: Mengenal Allah; Dzat yang diibadahi; yaitu: ilmu tentang Allah. Dan bercabang darinya: Tauhid dengan 3 (tiga) macamnya.

Yang Kedua: Mengenal ibadah yang kita diciptakan untuk beribadah.

Dan seluruh cabang-cabang keimanan: kembali kepada dua pondasi ini.

Untuk ibadah ini; maka porosnya terdapat pada: menyampaikan hak-hak; baik hak Allah maupun hak-hak makhluk.

Dan ibadah kepada Allah dibangun diatas 2 (dua) prinsip: Ikhlas dan Ittiba'.

Adapun hak-hak makhluk; maka asal ibadah adalah memenuhi hak Allah; akan tetapi dengan kelembutan-Nya: Dia menjadikan pemenuhan hak makhluk termasuk bagian dari ibadah.

Dan hak-hak makhluk ini ada banyak macamnya:

1- Hak Nabi -shallallaahu 'alaihi wa sallam- yang harus dipenuhi umatnya. Dan ini ada 2 (dua) Muqaddimah:

Yang Pertama: Muqaddimah 'ilmiyyah; yaitu: mengetahui apa yang sah datang dari Nabi -shallallaahu 'alaihi wa sallam-.

Yang Kedua: Muqaddimah imaniyyah; yaitu bahwa apa yang dibawa oleh Nabi -shallallaahu 'alaihi wa sallam-; maka wajib diikuti.

2- Hak kedua orang tua. Dan hak ibu lebih didahulukan atas hak bapak. 

Dikatakan bahwa: ibu punya 3 (tiga) hak: (1)jasanya dalam hamil dan melahirkan, (2)jasanya dalam menyusui, & (3)jasanya dalam mendidik. Sedangkan Bapak hanya memiliki jasa dalam pendidikan.

3- Hak Ulil Amri; yaitu harus ditaati dalam selain kemaksiatan kepada Allah -dan inilah yang akan dibahas-.

4- Hak umumnya kaum muslimin. Dan mereka bermacam-macam: ada yang kerabat, tetangga, Ustadz kita, dan teman-teman kita.

Kaum muslimin secara umum terbagi 3 (tiga): ada yang Muhsin, ada yang muqtasid, ada yang zhalim terhadap diri sendiri -yaitu: ahli Bid'ah dan ahli maksiat-.

Untuk Ahli Bid'ah; maka banyak dari mereka yang tidak sadar bahwa mereka terjatuh kepada Bid'ah.

Allah -Ta'aalaa- berfirman:

الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

"Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (Al-Kahfi: 104)

Sehingga kita ingatkan di sini sebagian saudara kita [sesama Salafi] yang berlebihan dalam sikap keras mereka terhadap Ahli Bid'ah; dimana mereka hanya berpegang kepada segelintir perkataan ulama Ahlus Sunnah untuk bersikap keras terhadap Ahli Bid'ah.

Maka kita sabar menghadapi Ikhwan kita yang seperti ini. Dan kita sabar menghadapi khawarij; maka kita juga harus sabar untuk menghadapi ikhwan kita yang seperti ini.

Kemudian sikap lembut kita kepada Ahli Bid'ah bukan berarti: kita membantu mereka atas kebid'ahan mereka. Bahkan kita bersikap lembut kepada mereka dalam mu'amalah; akan tetapi tetap mereka diarahkan kepada Sunnah.

Maka di sini harus dibedakan dua perkara:

- Mudaaroh: yaitu engkau menghadapi manusia dengan perkataan yang baik, tapi sikapmu di atas kebenaran tidaklah berubah.

- Mudaahanah: yaitu engkau berbasa-basi kepada orang lain dalam masalah agama; seperti engkau mengatakan tentang Bid'ah bahwa itu bukan Bid'ah.

-ditulis oleh: Ahmad Hendrix-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar